BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah
mengungkapkan bahwa manusia tumbuh
dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
Pengertian perkembangan sosial adalah sebuah proses
interaksi yang dibangun oleh seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial
ini berupa jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua,
saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Perkembangan sosial
adalah proses belajar mengenal normal dan peraturan dalam sebuah komunitas.
Manusia akan selalu hidup dalam kelompok, sehingga perkembangan sosial adalah
mutlak bagi setiap orang untuk di pelajari, beradaptasi dan menyesuaikan diri.
Perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketika
anak berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
perkembangan sosial emosional tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain membahas
perkembangan sosial harus melibatkan emosional.
1.2
Rumusan Masalah
·
Apa
yang dimaksud dengan perkembangan sosial anak ?
·
Bagaimana
tahapan perilaku sosial pada anak sekolah dasar?
·
Apa
saja faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak sd ?
·
Apakah
dampak dari kekerasan sosial pada anak ?
·
Apa
yang dimaksud dengan perkembangan emosi anak ?
·
Bagaimana
perkembangan emosi anak ?
·
Apa
peran keluarga dan sekolah terhadap perkembangan emosi anak ?
1.3
Tujuan
·
Untuk
mengetahui perkembangan sosial dan emosi anak sekolah dasar
·
Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak
·
Untuk
mengetahui dampak dari kekerasan sosial pada anak
·
Untuk
mengetahui peran keluarga dan sekolah pada perkembangan sosial anak
BAB II
Pembahasan
2.1
Pengertian Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan anak mengacu pada
perubahan biologis, psikologis dan emosional yang terjadi pada manusia antara
kelahiran dan akhir masa remaja, sebagai individu berlangsung dari
ketergantungan untuk meningkatkan otonomi. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial,
dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul
dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Masa
perkembangan anak-anak :
1)
Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
2)
Masa krisis I (3-4 tahun)
3)
Masa kanak-kanak akhir (4-6 tahun)
4)
Masa anak sekolah (6-12 tahun)
5)
Masa krisis II (12-13 tahun)
6)
Masa remaja awal (13-16 tahun)
7)
Masa remaja akhir (16-18 tahun)
Berdasarkan masa nya anak sekolah dasar melalui tahap masa kanak-kanak
akhir hingga masa remaja awal.
2.2 Perilaku Sosial Pada Anak Sekolah Dasar
1.
Pembangkangan (negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau
sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah
“independent” (bersikap mandiri).
2.
Agresi (agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.
Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa
tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu
pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya.
4.
Menggoda (teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental
terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap
persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk prestice
(merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun,
semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
6.
Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap
mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum
berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya.
Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap
kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan
baik.
7.Tingkah
laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “business”.
Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan
sebagainya.
8. Mementingkan
diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu
dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis,
menjerit atau marah-marah.
9.
Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap
emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain
mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
2.3 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar
1.
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh
keluarga.
2.Kematangan
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya.
Dari pihak
anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang
telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan
sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya.
Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4.Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta
didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
5.
Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus
tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih
tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap”
dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
Selain
kelima faktor yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar keluarga.
Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan
merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. faktor
pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman sosial awal
sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
Sekolah juga
mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak,
karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan
waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang
harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan
dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Di sekolah,
guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar
pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas
seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar,
bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada
peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke
dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa
diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang
disiratkan dalam tiap pelajaran.
2.4 Dampak Kekerasan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar
kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian
atau bahaya terhadap anak secara fisik maupun emosional. sedangkan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan
(uupa no. 23 tahun 2002). istilah kekerasan terhadapan anak meliputi berbagai
macam bentuk tingkah laku dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh
orang tua atau orang dewasa lainnya sampai pada penelantaran
kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
jadi kekerasan terhadap anak merupakan perilaku secara langsung dengan tujuan
untuk merusak, melukai, merugikan anak dilakukan oleh orang yang lebih dewasa
atau lebih kuat.
apapun jenis kekerasanya yangdilakukan, tetaplah sebuah keker asan
yang bisaberdampak terhadap anak. kekerasan dapatmenyebabkan anak
kehilangan hal - hal palingmendasar dalam kehidupannya dan pada
gilirannyaberdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari, antara
lain :
1. Cacat tubuh permanen
2. Kegagalan belajar
3. Pasif dan menarik diri dari lingkungan takut membina
hubungan baru dengan orang lain
4. agresif dan kadang - kadang melakukan tindakan
kriminal.
5. menjadi penganiaya ketika dewasa.
6. menggunakan obat - obatan ketika dewasa.
7. kematian
dampak kekerasan korban biasanya akan merasakan berbagai
emosi negatif, seperti marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman, terancam, tetapi tidak berdaya menghadapinya. dalam jangka panjang,
kondisi ini dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. bahkan
tak jarang ada yang ingin pergi dari rumah. Dampak psikologis yang lebih berat
adalah kemungkinan timbulnya masalah pada korban seperti rasa cemas berlebihan,
selalu merasa takut, depresi dan inginbunuh diri.para orang tua dan
guru yang melakukankekerasan mungkin tidak menyadari tindakannya bisaberdampak
panjang pa da anak. keker asan yangdilakukan akan membekas pada benak
anak dan bisa mempengaruhi perkembangan kejiwaannya. Anak yang sering
menerima tindakan kekerasankemungkinan besar menjadi pribadi yang kurang
percaya diri, minder, peragu dan bergantung pada orang lain. anak yang sering
mendapat kekerasansecara fisik, ketika dewasa bisa tumbuh menjadi pribadi yang
agresif dan suka melakukan kekerasan. mereka mendapat contoh kekerasan di masa
kecilnya sehingga pola dan cara hidup mereka akan dijalani dengan kerasan pula.
dari uraian tersebut terlihat bahwa dampak dari tindakan
kekerasan terhadap anak begitu mengenaskan. mu ngkin belum banyak
orang menyadari bahwa pemukulan yang bersifat fisik bisa menyebabkan kerusakan
emosi anak. anak merupakan cermin dari apa yang terjadi dalam suatu
rumah tangga. jika suasana keluarga sehat dan bahagia maka wajah anak akan
ceria dan aberseri. sebaliknya jika mereka murung dan bersedih biasanya telah
terjadi sesuatu yang berhubungan dengankeluarganya. sebagai wadah
sosialisasi primer dimana anak belajar untuk pertama kalinya mengenal nilai
nilai dan cara bertingkah laku, perilaku orang tua sering mempengaruhi perilaku
anaknya kelak. bila kekerasan begitu dominan tidak mengherankan jika anak
kemudian melakukannya dan akan terbawa sampai dewasa.
2.5 Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial
Anak
Bimbingan sosial diarahkan kepada upaya membantu peserta didik
mengembangkan keterampilan sosial atau keterampilan berinteraksi di dalam
kelompok. Keterampilan sosial adalah kecakapan berinteraksi dengan orang lain,
dan cara-cara yang digunakan dalam berinteraksi tersebut sesuai dengan aturan
dan tujuan dalam konteks kehidupan tertentu. Dalam kehidupan peserta didik
(anak sekolah) kecakapan tersebut adalah kecakapan interaksi dengan kelompok
teman sebaya atau orang dewasa.
Proses belajar dan pembelajaran akan menjadi wahana bagi perkembangan
sosial peserta didik. Hal ini berarti bahwa bimbingan sosial dapat berlangsung
di dalam dan secara terpadu dengan proses belajar dan pembelajaran. Ditinjau
dari sudut pandangan bimbingan, proses belajar dan pembelajaran merupakan wahana begi
pengembangan keterampilan sosial, kesadaran saling bergantung, dan kemampuan
menerima serta mengikuti aturan kelompok.
Peran penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan
bimbingan sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir
kelas yang kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
a. Rasa turut memiliki
kelompok, ditandai dengan identifikasi diri, loyalitas, dan berorientasi pada
pemenuhan kewajiban kelompok.
b. Partisipasi kelompok,
ditandai dengan kerjasama, bersikap membantu, dan mengikuti aturan main.
c. Penerimaan terhadap
keragaman individual dan kelompok, serta menghargai kelebihan orang lain.
Atmosfir kelas yang kondusif dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bergantung kepada
kelompok kerja kecil yang mengkombinasikan:
a. Tujuan kelompok atau dukungan tim
b. Tanggung jawab individual
c. Kesamaan kesempatan untuk sukses
Pembelajaran kooperatif akan menimbulkan terjadinya dukungan tim berupa
bantuan teman sebaya di dalam mempelajari tugas-tugas akademik. Bantuan teman
sebaya akan melintasi hal-hal akademis dan akan menumbuhkan ikatan sosial di
dalam kelompok. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang pandai akan
terdorong untuk membantu peserta didik yang kurang pandai di dalam kelompoknya
untuk menyelesaikan tugas kelompok secara brsama-sama.
Sementara itu, tanggung jawab individual tetap akan tumbuh karena setiap
peserta didik dituntut untuk mempelajari dan menguasai tugas-tugas pembelajaran
secara sungguh-sungguh. Dalam pembelajaran kooperatif ini guru harus meyakinkan
pesrta didik bahwa hasil kerjanya adalah hasil kerja kelompok. Oleh sebab itu
setiap peserta didik harus ambil bagian dalam menyelesaikan tugas-tugas
kelompok. Tingkat tanggung jawab individual tetap akan diukur melalui asesment
tingkat penguasaan bahan ajar.
Kesempatan untuk sukses akan diperoleh setiap peserta didik dalam upaya
memberikan kontribusi kepada prestasi kelompok. Upaya semua peserta didik akan
dihargai sesuai dengan tingkat prestasi yang dicapainya dan penilaian diberikan
atas dasar upaya yang dilakukan.
2.6 Pengertian Perkembangan Emosi pada Anak Sekolah Dasar
Emosi adalah
perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang
atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang
mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.
Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa
Perancis, émotion,
dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa
Latin emovere,
dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'. Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat
berlalu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar,
manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan
cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat
merasa tidak enak untuk beberapa jam.
Dalam kehidupan
sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan.
Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua
pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut
menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan,
kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan, sedangkan takut
termasuk emosi.
Perasaan
menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak
melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang
dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling)
seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk
suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya
rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang
dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak
indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada
juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk
adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang
makan sayur/lalap sambal.
2.7 Perkembangan Emosi Anak
Enam tahapan
perkembangan yang harus dilalui anak:
1.
Regulasi diri dan minat terhadap lingkungan
Kemampuan anak
untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih
belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari
rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang
membuatnya tidak nyaman.
2.
Keakraban-keintiman
Kemampuan anak
untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh
cinta.
3.
Komunikasi dua arah
Kemampuan anak
untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi
(aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa
mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat
(berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya
berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif
memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif.
4.
Komunikasi kompleks
Kemampuan anak
untuk menciptakan komunikasi kompleks, mengekspresikan keinginan dan emosi
secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya
dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua.
Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan
kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain
sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan
dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi
kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan
keurutan logis.
5.
Ide emosional
Kemampuan anak
untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan emosi.
6.
Berpikir emosional
Kemampuan anak
untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara
logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam
bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep
ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki
pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap
belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Pada umumnya,
ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
1. perasaan marah
perasaan ini
akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau
ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika
merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak
diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut
rasa takutini
di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang
gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul
apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu,
monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan gembira
perasaan
gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya
ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti
suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang
tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor
Tertawa
merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan
orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negatifdan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negatifdan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
2.8 Peran Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi
John Mayer, psikolog dari University
of New Hampshire, mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk
memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Lebih
lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan
emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Guru dan
keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak
dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1.
Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang
dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk
memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman
anak.
2.
Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat
kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau
ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3.
Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal
yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk
memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4.
Memahami emosi anak.
5.
Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita
mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan
kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6.
Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita
harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian
posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita
diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak
dengan reaksi atau penilaian.
BAB III
Kesimpulan dan
Saran
3.1 Kesimpulan
1.
Pada usia anak sekolah dasar
perkembangan sosial dan emosi anak mengikuti lingkungan sekitar nya.
2.
Kekerasan pada anak dapat mempengaruhi
dan mengganggu perkembangan sosial.
3.
Peran keluarga,guru,dan lingkungan
sekitar sangat mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial pada anak.
3.2 Saran
1.
Keluarga,guru,dan lingkungan sekitar
anak sangat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak yang dapat mempengaruhi
mental dan perkembangannya oleh sebab itu orang tua dan guru dianjurkan dapat
memperhatikan lingkungan sosial anak agar anak tidak mengikuti/meniru hal buruk
disekitarnya.
2.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah
ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca dan dosen pembimbing agar pada
penulisan selanjutnya diharapkan penulis dapat menulis makalah lebih baik lagi.